fbpx

FAQ

Pernah ngerasa jenuh with all those lipsticks gak sih? I mean, you know all about lipsticks (especially locals) inside out. Dan tau juga kalo banyak yang satu pabrikan (rebranding, isn't it?) Formulanya mirip, warnanya mirip, so have you ever felt sick and tired of reviewing? Appreciate your answer! -- @ervien

First off, seperti hal lain yang kita lakukan berulang-ulang kali, rasa jenuh itu pasti ada. I repeat, pasti ada. Kalau intensitas rasa jenuhnya semakin sering, aku selalu mengartikan itu sebagai ‘butuh liburan’. Entah cuma baca buku santai sambil minum kopi di cafe favorit, atau short getaway seperti yang pernah aku lakukan di pertengahan tahun ini ke Bali bareng suamiku. Aku termasuk orang yang gak suka sama quotes Push your limit‘. Some people may enjoy it but I’ve been there, so I don’t think I do anymore.

The only thing I want to change is the calculation of everything. Kita gak perlu ngerasa perlu ‘pushing our limit‘ kalau perhitungan kita benar dan tepat. Hal yang bikin aku bosan, lelah, dan stres itu bukan terus-menerus berada dalam niche lipstik (alias, lipstik lagi lipstik lagi, review lipstik lagi, swatch lagi. ), tapi aku stuck gak bisa berkembang dari sana. Dengan kata lain, perhitunganku belum matang.

To answer your second question:

Istilahnya bukan ‘rebranding‘. Dalam dunia bisnis, ada yang namanya ‘Private labelling‘ dimana satu perusahaan besar menjadi penyedia bahan dan pemroduksi produk untuk perusahaan lain. Bisa jadi karena resources perusahan penyedia Private Labelling ini memiliki resources yang perusahaan lain tidak punya, atau alasan lainnya. Resources ini bisa jadi Sumber Daya Manusia, bahan baku, production factory yang sudah mengantongi standar BPOM dan izin lain yang diperlukan, dan sebagainya. This is totally legal. Setelah tahu prosesnya, aku sendiri merasa bahwa sebetulnya ‘rasa’ lipstik itu bisa aja berbeda atau malah sama satu sama lain, walaupun sebagian besar memang perusahaan kosmetika di Indonesia memiliki tim R&D yang sudah mumpuni sehingga bisa menghasilkan produk kosmetika yang bervariasi.

Puluhan lip cream / liquid lipstick merk lokal yang pernah aku coba menurutku, to be honest, tidak ada yang benar-benar mirip. Bahkan yang paling mirip sekalipun pasti ada hal yang membedakan, misalnya: pemilihan warna (karena ini juga berpengaruh terhadap performa produk dan daya tahannya), dan juga bagaimana produk tersebut didesain supaya bisa stand out among many (bukan cuma desain grafis, ya).

Setiap kali aku coba produk baru, perasaanku masih selalu sama seperti pertama kali kenal lipstik: penasaran dan langsung pengen coba. Poin positifnya dari sering mencoba seperti ini, kita bisa kenal kelebihan dan kekurangan dari masing-masing produk. Apa yang lebih baik dari yang lain, apa yang sama, apa yang membedakan.

Semoga menjawab pertanyaan kamu ya.

Cheers,

RISSA

Kenapa warna-warna lipstik (lokal) kurang lebih gitu-gitu aja? -- @jelitaanindya

Kalau ada yang bilang ‘warnanya gitu-gitu aja’, sekarang aku balik nanya deh… kira-kira kalau 1 brand ada yang benar-benar unik seperti misalnya Sugarpill, dengan budaya Indonesia yang sama sekali berbeda dengan US sana, dengan produk mata warna-warna pastel, apakah benar-benar bisa ‘menjual’? Lalu misalnya kita buat satu brand yang ‘Kat von D’ atau ‘Jeffree Star’ banget (keduanya punya identitas yang jauh berbeda), apa bisa masuk sama pasar Indonesia? Yang beli mungkin ada, tapi belum tentu ‘laku’. Inilah yang namanya bisnis.

Kalaupun nantinya aku bikin brand kosmetik, pasti yang menjadi sasaran utama ya negara dimana aku benar-benar ‘mengenal’ budayanya. Orang Asia (khususnya Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand) masih seneng banget sama lipstik-lipstik ‘nude‘. Admit it. Sekarang kalau misalnya aku bikin merk kosmetik, tujuannya pasti ingin laku, bukan? Seperti yang aku bilang sebelumnya, aku pribadi gak masalah sama ‘warna yang sama’ karena bahkan brand besar US semacam Colourpop yang hampir tiap minggu keluarin produk baru aja ngeluarin warna yang mirip-mirip kalau dikumpulin kok. Tapi kita bakal selalu ‘cari’ warna yang sama, bukan? Sesederhana itu.

Semoga menjawab pertanyaan kamu ya.

Cheers,

RISSA

Sebenarnya seberapa pengaruh sih kak harga dan merk sebuah lipstik dengan kualitasnya? Misal lipstik harga 50 ribu (rupiah) banding yang harganya 500-an. Bedanya dimana? Dari semua faktor baik warna, tekstur, dll. - @lady.helenavs

Aku pribadi gak terlalu musingin harga lipstik, tapi kalau mahalnya keterlaluan biasanya aku maju mundur sambil baca-baca review orang lain karena aku bakal ngeluarin uang untuk hal yang mungkin gak akan rutin aku pakai. Karena aku seneng baca dan akhirnya tau pertimbangan-pertimbangan umum sebelum membeli lipstik, makanya urusan harga menurutku masalah belakangan: yang penting soal kualitas dan ‘feel‘nya.

Lipstik-lipstik mahal bukan berarti punya formula yang jauh berbeda dengan lipstik murah, jadi bisa dibilang faktor formula bukan menjadi patokan harga lipstik. Tapi, smart brand tau caranya bikin produk luxury supaya memang ‘terasa’ dan ‘terlihat’ luxurious, bukan cuma dompleng nama brand yang memang udah terkenal dari dulu, atau karena siapa yang punya (Hello, Kylie). Sini aku kasih contoh ya…

Tatcha Kyoto Red Silk Lipstick ($55): punya kandungan pure silk alias sutera asli! Rasanya gimana? Ya kayak lipstik. Yang membuat mahal itu ya pure silk-nya, dan feel-nya. Secara psikologis, yang mahal akan terasa beda dengan yang murah mau semirip apapun formulanya. Disini Tatcha memilih bahan baku ‘unik’ supaya harga 55 dollar tadi ‘possible‘ dan ‘wajar’. Belum lagi kemasannya yang super luxurious, rasanya 55 dollar untuk 1 lipstik menurutku sangat wajar. Tatcha udah jelas menyasar kelas konsumen yang memang terbiasa pakai lipstik high-end, jadi Tatcha gak akan takut kehilangan ‘fans’.

Ini cuma contoh dari sekian banyak high-end lipstick. Indonesia juga ada kok, kok. Kalian bisa kasih penilaian sendiri, dengan catatan: ada beberapa poin yang harus dinilai, bukan cuma soal formula, tekstur, dan lain-lain.

Happy Hunting!

RISSA

Kalau ada yang meniru karya kak Rissa tapi lebih ke inspired by your work dan mau menjadi sepertimu, kak Rissa kesel apa support? - @galuhdest

Kalau kata Nikola Tesla sih:

“I don’t care that they stole my idea… I care that they don’t have any of their own.” 😉

“Inspired by” jelas berbeda dengan ‘meniru’.

To answer your question:

I will support those who are not ashamed to admit that they are inspired by others.

Kenapa lebih memilih blog untuk review dibanding Youtube? - @merizols

let’s say that I’m old-fashioned, but a website / blog content lasts longer than Youtube video. Ketika kamu googling review lipstik yang kamu mau, aku ingin memastikan ‘lippielust’ ada di hasil pencarian yang pertama karena disanalah tulisanku dimuat dan berguna untuk yang baca.

Secondly, aku bukan tipe orang yang senang ngomong depan kamera. Aku lebih seneng nulis dan baca. Di tahun 2018 Youtube Channel akan aku aktifkan kembali, tapi content gak akan soal review atau tutorial walaupun sesekali pasti ada. I’ll make sure the channel worth watching (and subscribing to those who want to seek ‘the other side’ of beauty channel).

 

Koleksi lipstik kakak kan banyak banget, nah itu dikemanain semua? -- @ireneyol

Walaupun gak selalu aku sounding, big part of my collection is still mine. Karena menurutku koleksi lipstikku berbeda dengan ‘lipstik yang perlu direview’. Kalau lipstik yang sudah direview sih mostly donated to friends and family, beberapa bulan sekali kalau ada waktu luang baru dijual (preloved).

Local Lipstick udah banyak banget dan packagingnya semua oke punya, but why local brand mulanya banyakan ngeluarin lipstick? -- @naduls

Karena in my humble opinion… gak semua orang suka pakai eye shadow. Pecinta eyeshadow wajib pakai lipstik sebagai penyeimbang, sedangkan pecinta lipstik gak selalu harus pakai eyeshadow untuk pakai lipstik. This is me mostly on daily basis.

Karena alasan inilah brand mengeluarkan produk lipstik, karena sudah pasti ada pasarnya.

Alasan yang kedua… liquid lipstick / lip cream masih jadi tren di belahan dunia manapun, so it would be a loss for a cosmetics brand to not release it.

Kak, pertama kali terjun di dunia perlipstikan, how can you keep staying on track? Dan gimana pertama kali memutuskan terjun ke dunia perlipstikan which is so rare. -- @shabrinatri

It’s simply ‘Go Big or Go Home‘. Komitmen aku terhadap Lippielust memang seiring berjalannya waktu mengarah ke lifetime project, lebih serius. Bukan, bukan masalah uang. Lippielust literally has everything I want to be: a writer, a designer, a photographer, a teacher, a lipstick addict! Dari komitmen inilah aku tekankan pada diri sendiri kalau ingin dijalani, jangan jalan setengah-setengah. This is what I calledpassion‘.

Kenapa lipstik aja? This is my ‘niche‘. Niche-nya Lippielust, sesuai namanya, selalu berhubungan dengan lipstik dan aku ingin Lippielust selalu konsisten dengan ‘tema’. Walaupun memang beberapa konten menunjukkan hal lain selain lipstik tapi enggak sering. Ya anggaplah sebagai penyegaran. :p

Ask me more via Instagram (Direct Message): @lippielust.

0 comment
6 FacebookTwitterPinterestWhatsappTelegram