The idea of WFH di awal memang terdengar seperti surga untuk kita para pekerja. Kita diberi kesempatan untuk mengatur alur dan kebiasaan kerja baru di tempat yang sudah pasti membuat kita merasa nyaman: rumah. Dengan semangat kita pun mendekorasi ruangan atau pojokan khusus untuk bekerja alias our own personal workspace however we want it, and no one is going to complain about it. Bulan-bulan pertama terasa asik, lalu setahun, dua tahun, dan menuju tiga tahun, kamu pun mulai merasa bosan dan perasaan ini mengarah kepada “stress” yang enggak bisa dihindari.
Para karyawan yang WFO pun bertanya-tanya dan membatin, “Kenapa mereka yang WFH bisa stress sih? Seharusnya mereka bersyukur karena enggak perlu PP kantor-rumah dan bertemu orang-orang yang membuat hidup ini menjadi tegang!”. They’re not aware that WFH is still working, and there will be stress that comes with it, hanya saja dengan cara yang berbeda.
Ayo kita diskusikan tantangan dan tekanan apa saja yang biasa dilalui oleh seorang karyawan yang bekerja dari rumah, terutama mereka yang sudah berkeluarga.
1. Jarang keluar rumah
Sebelum adanya WFH, kantor adalah bagian besar dari keseharian kita; it’s like our second home karena banyaknya waktu yang kita habiskan untuk berada di tempat tersebut. Setelah bekerja, kita pulang kembali ke rumah. Rutinitas WFO adalah sebuah rutinitas yang mewajibkan kita untuk berada di dua tempat yang berbeda setiap harinya. Meskipun ini menyita uang dan tenaga, hal ini memberikan kita variasi dalam menjalani hidup dan menjauhkan kita dari rasa bosan; beda halnya dengan WFH.
WFH mengharuskan kita untuk bekerja di rumah di mana kita bangun, makan, mandi, istirahat, dan tidur. Bayangkan kalau kamu harus berada di tempat yang sama selama 5 hari dalam seminggu (bahkan mungkin 7 hari dalam seminggu karena banyak juga mereka yang enggak punya tenaga untuk jalan-jalan di hari-hari weekend). Rasa bosan yang begitu besar enggak mungkin bisa kita hindari.
2. Distraksi anggota keluarga
Untuk kamu yang sudah berkeluarga, hal ini mungkin menjadi salah satu tantangan terbesar dalam perjalanan WFH kamu. Sebuah pekerjaan kantoran biasanya membutuhkan fokus yang tajam dan hal ini bisa didapatkan kalau lingkungannya juga mendukung (misalnya hening, tenang, dll). Nah, kalau di rumahmu ada anak-anak (apalagi kalau mereka sedang berada di umur yang aktif), biasanya kamu akan terganggu dengan suara, ulah, dan/atau panggilannya (terutama kalau kamu seorang ibu).
Distraksi ini bisa saja menghambat kamu dalam bekerja karena bisa saja kamu merasa harus menyelesaikan kebutuhan keluarga dulu; hal ini pun memungkinkan untuk terciptanya tumpukan kerja yang belum diselesaikan dan hal ini sudah pasti akan mendatangkan stress. Kalaupun kamu berusaha untuk enggak menghiraukan, gangguan tersebut tetap akan ada dan kamu akan lebih sulit dalam berfokus, pekerjaan pun menjadi lebih lama untuk diselesaikan.
3. Rutinitas yang enggak teratur
Dengan bekerja di rumah, kamu bisa saja mendapatkan ilusi “ah tenang, aku sedang berada di rumah; mandi nanti sore saja”. Mindset seperti itu bisa saja memberikan dampak pada beberapa sisi kehidupan kamu. Contohnya:
- Karena enggak ada kolega kantor di rumah, kamu berpikiran bahwa akan aman kalau kamu enggak mandi; yang penting rapi di kamera, itupun kalau ada meeting.
- Karena kamu bebas menentukan jam istirahat, kamu berpikiran bahwa kamu bisa menunda makan siang dan memindahkannya ke jam berapa saja.
- Karena kamu bekerja di rumah, terkadang kamu lupa jam selesai kantor dan akhirnya kebablasan; alhasil kamu sering bekerja hingga malam. Hal ini terjadi karena enggak ada penanda “waktunya pulang” seperti kolega yang pada berhamburan pulang, atau atasan yang sudah mengunci ruangan kerjanya, dll. You’re in your workstation room and you’re stuck there forgetting it’s time to stop because nobody reminded you.
Ke-tiga poin di atas sama-sama dapat mempengaruhi kesehatan fisik ataupun mental kamu in a bad way. Dengan jadwal rutinitas yang enggak teratur, kamu bisa dilanda stress yang sudah pasti mengganggu mental kamu, dan buruknya lagi, fisik kamu bisa ikut sakit karena hal ini. Penampilanmu bisa menjadi lebih buruk dari sebelumnya, dan kesehatan pikiran kamu bisa menjadi enggak stabil dengan cepat. You forget about doing actual self-care because of the illusion of “being at home” itself as a form of self-care.
Jadi, WFH masih terdengar indah kah untuk kamu? Oh pasti masih ya. Selama kamu bisa mengatur jadwal, rutinitas, habit, dan bisa menjalani self-care, trust me, WFH is a literal heaven. Bagaimana dengan pengalaman WFH kamu? Spill dong!